KOMPAS.com - Foto dan video yang menampilkan anak dengan lingkaran hitam pada mata viral di media sosial beberapa hari ini.
Pada foto dan video yang beredar itu, disebutkan bahwa lingkaran hitam pada mata itu sengaja dibuat oleh orangtuanya untuk membuat sang anak jera bermain ponsel.
"Ini adalah perbuatan ibunya yang make up pas lagi tidur lalu pas bangun anak tanya kenapa mata hitam. Ibu jawab, karena terlalu banyak main HP. Anak nangis terisak-isak menyesal. Hahaha boleh coba mak emak," demikian bunyi salah satu caption pada foto yang beredar.
Unggahan ini pun dibagikan ulang ribuan kali.
Bagaimana pandangan pemerhati anak terhadap cara ini?
Viral, seorang anak diberi makeup hitam di sekitar mata karena terlalu sering bermain HP.
Psikolog yang juga pemerhati anak, Seto Mulyadi, menilai, cara mendidik anak dengan memberi hukuman seperti itu kepada anak merupakan tindakan yang tidak dibenarkan.
"Untuk parenting (cara pengasuhan) seperti itu, saya kira tidak bisa dibenarkan sama sekali. Ini bisa juga semacam pendidikan yang salah atau bisa juga kekerasan terhadap anak," ujar Seto saat dihubungi Kompas.com, Senin (15/7/2019).
Seto mengatakan, cara memberi lingkaran pada kedua mata agar si anak menjadi jera, termasuk perundungan.
"Iya, itu kan mempermalukan anak, mem-bully anak juga. Nah, ini bagian dari kekerasan terhadap anak," ujar Seto.
Menurut dia, cara mendidik anak dengan memberikan efek jera seperti menakut-nakuti dengan lingkaran hitam di mata adalah kekeliruan.
Seto mengatakan, ponsel tetap akan memberikan manfaat pada anak, dengan aturan penggunaan yang ketat.
Untuk membuat anak tak terlalu fokus pada ponsel, ia menyarakan agar memberikan pengalaman bermain yang mengasyikkan, misalnya permainan di alam bebas.
"Anak diajak bermain gembira bersama orangtuanya dengan cara-cara yang lebih bebas, di alam bebas," ujar Seto.
Adapun pendekatan dengan mengenalkan kegiatan di alam bebas bertujuan agar si anak menyadari bahwa ada kegiatan yang menyenangkan selain bermain ponsel.
Selain itu, Seto juga menyarankan agar permainan-permainan tradisional kembali dipopulerkan sehingga anak ada pilihan lain untuk bermain.
Upaya ini, kata dia, sudah dilakukan pada 2018. Kala itu, Presiden Jokowi bersama sejumlah menteri bersama anak-anak di halaman belakang Istana Merdeka, Jakarta.
"Saya bilang, ayo populerkan kembali permainan tradisional yang ada unsur gerakan, ada unsur kebersamaan, dan tidak egois," ujar Seto.
"Jadi, justru tidak dengan cara menghukum dan membuat lingkaran hitam, bahwa gadget tetap ada manfaatnya," kata dia.